30 Juli 2013

Kenapa Rokok Haram : 4 Bahaya 5 Binasa

Jauh sebelum MUI mengeluarkan fatwa haramnya rokok, sejak dari awal kehadiran rokok sudah diharamkan para ulama.

Secara garis besar, ada 4 (empat) sebab yang mengharamkan rokok terkait zat dan perbuatannya. Dimana dengan salah satu saja dari empat sebab ini cukup untuk mengharamkan rokok. Selain itu ada satu sebab tambahan diharamkannya rokok dari sisi alasan seseorang melakukannya. Oleh karena itu, pantas rokok disebut sebagai 4 BAHAYA 5 BINASA.

4 Bahaya rokok adalah :
  • Rokok membahayakan bagi tubuh
  • Merokok menzhalimi orang lain
  • Rokok lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya
  • Merokok merupakan perbuatan mubazir
Adapun sebab kelima merokok diharamkan yaitu seseorang merokok karena ingin bergaya dan tampak keren.

1. Rokok membahayakan bagi tubuh

Tidak ada yang membantah bahwa rokok membahayakan bagi kesehatan. Sedangkan Allah telah melarang kita membahayakan diri kita. Allah berfirman :
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah : 195)
Oleh karena itu, agama hanya menghalalkan yang baik-baik saja. Allah berfirman :
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik (Al-Maidah : 4)
Demikian pula firman-Nya :
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
Mereka menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (Al-A'raf : 157)

2. Merokok menzhalimi orang lain

Sesungguhnya merokok dekat dengan seseorang termasuk menzhaliminya. Sedangkan kita dilarang berbuat zhalim. Allah berfirman dalam hadits qudsyi :
يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلىَ نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّماً، فَلاَ تَظَالَمُوا
Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim. (HR. Muslim dari Abu Dzar Al-Ghifari)
Demikian pula rasulullah bersabda :
المسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ , و المهاجِرَ مَنْ هَجَرَ مَا نهَى اللهُ عَنْهُ
“Seorang muslim adalah orang yang selamat orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari perkara yang dilarang oleh Allah .” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Rokok lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya

Segala hal yang lebih banyak mudharat daripada manfaatnya dilarang agama. Allah berfirman :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". (Al-Baqarah : 219)
Terlebih lagi dengan rokok yang hampir tidak ada manfaatnya bagi seseorang, maka pantas diharamkan.

4. Merokok merupakan perbuatan mubazir

Merokok merupakan perbuatan mubazir (boros) yang dilarang Allah. Allah berfirman :
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Al-Isra : 26-27)
Sedangkan Allah menyuruh kita membelanjakan harta di jalan yang diridhoi-Nya. Allah berfirman :
وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ
Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah. (Al-Baqarah : 272)
Dan firman-Nya :
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah : 195)

5. Merokok karena ingin bergaya dan tampak keren

Bisa dikataakan hampir semua perokok bermula karena ingin tampak lebih gaul, keren, modern dan sebagainya. Termasuk pula yang berdalih mengikuti teman. Karena hasutan teman agar lebih keren atau dianggap kuper bila tidak merokok. Hal ini yang menjadi alasan pula rokok diharamkan. Allah berfirman :
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Luqman : 18)
Rasulullah memberi ancaman bagi seseorang yang merasa bangga dengan penampilannnya, dalam sabdanya :
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمشِي في حُلَّةٍ تُعْجِبُهُ نَفْسُهُ ، مُرَجِّلٌ رَأسَهُ ، يَخْتَالُ فِي مَشْيَتهِ ، إِذْ خَسَفَ اللهُ بِهِ ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ في الأَرضِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang berjalan dengan mengenakan pakaian yang merasa bangga dengan dirinya sendiri, ia menyisir rapi-rapi akan rambutnya lagi pula berlagak sombong di waktu berjalan, tiba-tiba Allah membenamkannya, maka ia tenggelamlah dalam bumi sehingga besok hari kiamat." (Muttafaq 'alaih)
Semoga kita dan keluarga dimudahkan Allah untuk menjauhkan diri dari rokok ini. Wallahu musta'an.

Iyas Tanjung
Tangsel, 30 Juli 2013 / 21 Ramadhan 1434 H

19 Juli 2013

Syubhat : Janganlah 'perkara sepele' merusak ukhuwah

Jika ucapan ini ditujukan untuk kepada dua orang/ kelompok yang berselisih dalam urusan pribadi (dunia) maka mungkin masih dimaklumi. Walaupun mungkin kedua pihak tersebut justru tersinggung disebut masalahnya sepele. Seakan-akan mereka malah dianggap bodoh.

Namun bagaimana jika ucapan ini ditujukan dalam perselisihan masalah agama ? Tidaklah orang-orang yang mengucapkan ini justru yang bodoh dalam banyak hal, diantaranya :
  1. Tidak ada dalam syariat agama ini yang sepele
  2. Ukhuwah itu dalam masalah perselisihan antar pribadi, sedangkan persatuan dalam masalah agama
  3. Agama itulah yang membawa kebaikan, bukan semangat manusia
  4. Termasuk kebaikan adalah persatuan, hanya dari agama (Allah) bukan manusia
  5. Pihak yang salah hakikatnya menyelisihi Allah bukan pihak yang benar
  6. Bukan pihak yang benar yang disuruh mengalah (toleransi), tapi yang salah yang wajib kembali kepada kebenaran
Wajib kita percaya bahwa semua syariat agama ini adalah agung. Tidak layak bagi Allah menetapkan sesuatu yang sepele. Menganggap sebagian perkara agama sepele sama saja menyepelekan Allah. Sedangkan mengagungkan semua syariat agama tanda ketakwaan seseorang. Allah berfirman :
Demikianlah (syariat Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (Al-Hujurat : 32)
Kemudian kita harus paham antara ukhuwah dan persatuan. Inilah yang banyak manusia tidak bisa membedakannya. Padahal dalam Al-quran dan hadits menjelaskan bahwa ukhuwah itu dalam masalah pribadi, sedangkan persatuan dalam masalah agama. Allah berfirman :
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (Al-Hujurat : 9-10)
Dari ayat ini dijelaskan beberapa hal yaitu :
  • Ukhuwah dalam masalah pribadi, itulah yang perlu didamaikan
  • Jika ada yang salah maka harus diperbaiki bukan sekedar didamaikan
Dan Allah berfirman pula :
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali Imran : 10)
Ayat ini menjelaskan :
  • Hal yang membuat persatuan yaitu sama-sama berpegang pada tali Allah (kebenaran)
  • Hal yang membuat perpecahan adalah orang yang lepas dari tali Allah
Persatuan hati semata-mata kekuasan Allah, sebagaimana firman Allah :
Dan (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu (Muhammad) membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Anfal : 63)
Namun, ukhuwah dan persatuan memang terkait. Karena ukhuwah memang merusak persatuan. Sebaliknya perpecahan merusak ukhuwah pula.

Begitu penting persatuan ini, tapi tidak ada perintah bersatu kecuali disebut dengan berpegang teguh pada tali Allah. Karena hanya dengan itulah persatuan itu bisa terwujud. Oleh karena itu, apabila terjadi perselisihan bukan yang pihak benar yang disuruh mengalah (toleransi), tapi yang salah yang wajib kembali kepada kebenaran.

Seseorang yang menyelisihi kebenaran hakikatnya ia menyelisihi Allah bukan pihak yang benar. Oleh karena itu tidak mungkin pihak yang benar mengalah kepada yang salah dan meninggalkan Allah. Demikian pula pihak luar, tidak mungkin berusaha menjadi penengah antara Allah dengan orang yang menyimpang.

Sesungguhnya kebenaran dan kebaikan HANYA dari Allah. Manusia hanya yang menjalankannya. Oleh karena itu, jangan semangat ukhuwah dan persatuan (yang berlebihan) ini membutakan kita dari jalan Allah. Karena semangat tidak bisa menunjukkan kepada kebenaran. Wallahu a'lam.

Iyas Tanjung
Tangsel, 19 Juli 2013

08 Juli 2013

Makna Hadits Syurga dan Neraka Lebih dekat dari Tali Sandal

Rasulullah bersabda :
الْجَنَّةُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ وَالنَّارُ مِثْلُ ذَلِكَ
Surga lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali sandalnya, neraka juga seperti itu. (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud)

Makna secara umum :

Makna hadits diatas adalah penyebab seseorang masuk surga atau neraka adalah syahwat anggota tubuhnya. Inilah makna secara zhahir dimana Nabi mengisyaratkan agar seseorang memperhatikan apa yang ada diantara tali sandal dan matanya. Maka akan didapati yaitu kemaluan, perut, mulut dan matanya sendiri.

Makna secara khusus :

Secara khusus, makna hadits diatas agar seseorang menjaga kemaluannya. Sebab kemaluan adalah syahwat yang paling dekat dari tali sandalnya. Selain itu, telah menjadi kebiasaan dalam Islam menggunakan kata kiasan untuk hal-hal yang berhubungan dengan syahwat seksual.

Penjelasan

Makna hadits diatas sesuai dengan yang dipahami oleh Imam Bukhari secara tersirat. Dimana beliau meletakkan hadits diatas dalam kitab Shahihnya pada bab “Hal-hal yang melunakkan hati” setelah hadits berikut :
حُجِبَتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
Neraka dikelilingi dengan syahwat (yang disukai nafsu), sedang surga dikelilingi hal-hal yang dibenci (nafsu). (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
Makna diatas sesuai pula dengan hadits berikut :
مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
Siapa yang mau menjamin untukku bahwa ia akan menjaga organ antara dua rahang (mulut) dan dua kakinya (kemaluan), maka aku jamin surga baginya. (HR Bukhari dari Sahl bin Sa’d)
Serta hadits berikut :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ « تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ ». وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ « الْفَمُ وَالْفَرْجُ ».
Dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah pernah ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga?”, beliau menjawab: “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik”, dan beliau ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka?”, beliau menjawab: “Mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani)
Demikian pula diriwayatkan dari Syakl bin Humaid, ia berkata: “Aku pernah mendatangi Nabi, aku berkata: “Wahai Nabi Allah, ajari aku doa perlindungan yang aku berlindung diri dengannya”, lalu beliau mengambil kedua tanganku dan bersabda : “Katakanlah :
أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَشَرِّ بَصَرِى وَشَرِّ لِسَانِى وَشَرِّ قَلْبِى وَشَرِّ مَنِيِّى
Aku berlindung denganmu dari keburukan pendengaranku, penglihatanku, lisanku, hatiku dan keburukan kemaluanku.” (HR. An Nasai dan dishahihkan oleh Al Albani)
Semoga Allah menjaga kita dari keburukan jiwa kita dan keburukan amal-amal kita. Wallahu a'lam

Iyas Tanjung
Tangsel, Revisi 26 Juli 2017

15 Januari 2013

5 Alasan, Shalat adalah Tiang Agama

Saat ini banyak sekali orang yang melalaikan shalat. Padahal kedudukan shalat adalah sebagai tiang agama. Jika tiangnya lemah maka lemah pula agamanya. Rasulullah bersabda :
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad. (HR. At-Tirmidzi)
Dalam hadits lain Beliau bersabda :
أَوَّلُ مَا يُـحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ، فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ
Amalan seorang yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat adalah shalat. Jika baik shalatnya maka baik pula seluruh amalannya. Namun jika buruk shalatnya maka buruk pula seluruh amalannya. (HR. Thabrani)
Sebab tujuan shalat bukanlah sebatas bukti penghambaan diri kepada Allah. Karena sesungguhnya Allah tidak membutuhkan amal-amal manusia. Justru Allah berkehendak memberi rahmat kepada manusia dengan amalan tersebut. Demikian pula dengan shalat, dimana shalat memiliki tujuan yang penting dalam agama. Sebagai tiang agama, paling tidak shalat memiliki manfaat diantaranya :
  • Penenang hati
  • Tiang amalan lain
  • Tiang jamaah (persatuan)
  • Pencegah perbuatan keji dan mungkar (dosa)
  • Pencegah kekafiran
Sebenarnya kelima manfaat diatas adalah satu kesatuan. Manfaat pertama sebagai penenang hati adalah fungsi dasar dari shalat. Dengan hati tenang dan iman yang bertambah karena shalat, maka manusia mudah untuk menjalankan amalan lain dan menegakkan persatuan. Serta dengan hati yang tenang dan keimanan pula manusia terhindar dari perbuatan keji, mungkar dan kekafiran.

1. Penenang Hati

Sesungguhnya Allah menjadikan manusia bersifat lemah, keluh kesah, kikir dan tergesa-gesa. Hal ini yang membuat manusia bermaksiat kepada Allah serta disesatkan setan. Namun dengan petunjuk Allah, manusia yang lemah akan selamat dari sifat-sifat buruknya. Allah berfirman :
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
Allah hendak memberikan keringanan (petunjuk dan ampunan) kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (QS. An-Nisa : 28)
Demikian pula shalat, Allah jadikan shalat agar manusia yang dijadikan keluh kesah menjadi tenang. Sebab Allah jadikan hati manusia akan tenang ketika ingat kepada-Nya. Sehingga manusia bisa tetap ingat petunjuk-Nya serta tidak dijerumuskan setan. Allah berfirman :
الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra'd : 28)
Dimana mengingat Allah yang paling utama adalah dengan cara shalat. Sebagimana firman-Nya :
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thaha : 14)
Sehingga dengan mengingat Allah melalui shalat hati menjadi tenang. Inilah seperti yang difirmankan Allah :
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا ، إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا ، وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا ، إِلَّا الْمُصَلِّينَ ، الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapatkan kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang menegakkan shalat, yang mereka itu mengerjakan shalat secara terus-menerus. (QS. al-Ma’aarij : 19-23)
Rasulullah menjelaskan pula dalam sabdanya :
إِنَّمَا حُبِّبَ إِلَـيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ: اَلنِّسَاءُ وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِـيْ فِـي الصَّلَاةِ
Diantara perkara dunia yang aku senangi adalah wanita dan wangi-wangian dan kesejukan pandanganku terdapat dalam shalat. (HR. Ahmad, an-Nasa’I, al-Hakim dan al-Baihaqi)

2. Tiang Amalan Lain

Apabila hati seseorang sudah tenang maka akan mudah untuk taat kepada Allah. Oleh karena itu shalat menjadi tiang agama. Hal ini disebabkan apabila shalat baik maka baik pula hatinya. Dan apabila hati seseorang baik maka baik pula amal lainnya. Sehingga apabila shalat baik maka baik pula amal lainnya.

Selain itu setiap amal shaleh yang dikerjakan akan menambah keimanan dan petunjuk kepada seseorang. Bertambahnya petunjuk disebabkan hati semakin bersih sehingga petunjuk lebih mudah masuk. Maka dengan iman dan petunjuk yang lebih kuat, seseorang akan lebih mudah menjalankan amalan dan ujian dalam agama ini. Allah berfirman :
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (QS. Al-Baqarah : 45)
Demikian pula yang Allah perintahkan kepada Rasulullah. Sebelum Allah mengutusnya (sebagai rasul) dengan surat Al-Muddatsir, Allah memerintahkan Rasulullah agar banyak mengerjakan shalat dalam surat Al-Muzaammil. Tujuannya agar Rasul siap dengan ujian yang berat ini, sebagaimana Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ ، قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا ، نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا ، أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا ، إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (QS. Al-Muzzammil : 1-5)

3. Tiang Persatuan Umat

Satu hal yang banyak manusia tidak sadari, bahwa persatuan itu dari Allah. Allah berfirman :
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Anfal : 63)
Begitu penting persatuan ini, tapi tidak Allah perintahkan kecuali dengan cara berpegang teguh pada agama Allah. Oleh karena itu, persatuan sesungguhnya hanya ada di antara orang beriman (bukan sekedar muslim) yang mengerjakan kewajiban dalam agama ini, diantaranya shalat. Allah berfirman :
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah : 71)
Dan termasuk dalam mendirikan/ menegakkan shalat adalah secara berjamaah (bagi laki-laki) serta menyempurnakan (lurus dan rapat) barisan shaf. Rasulullah bersabda :
سَوُّوْا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاَةِ
Luruskan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf termasuk menegakkan shalat.(HR. Al-Bukhari)
Karena shaf yang tidak lurus akan mengakibatkan perpecahan diantara kaum muslimin. Rasul bersabda :
لَتَسُوُّنَّ صُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ
Kalian akan benar-benar meluruskan shaf, atau Allah benar-benar akan membuat hati-hati kalian berselisih. (HR. Al-Bukhari)
Bayangkan, jika seseorang tidak meluruskan shaf dapat mengakibatkan perpecahan umat, lantas bagaimana dengan orang yang meninggalkan shalat berjamaah? Dan bagaimana pula dengan orang yang meninggalkan kewajiban shalat lima waktu?

Oleh karena itu, begitu banyak orang yang mengajak kepada persatuan umat namun dia sendiri enggan menghadiri shalat berjamaah. Ataupun bila berjamaah namun dia merasa risih jika harus merapat dengan saudaranya sendiri. Anas bin Malik berkata:
Dulu, salah seorang di antara kami menempelkan bahunya dengan bahu teman di sampingnya serta kakinya dengan kaki temannya. Andaikan engkau lakukan hal itu pada hari ini, niscaya engkau akan melihat mereka seperti bagal yang liar (menjauh).(HR. Al-Bukhari)
Itulah orang-orang memiliki penyakit di hatinya. Sehingga dia merasa benar dengan kelalaiannya. Padahal kebenaran dan kebaikan adalah hidayah dari Allah. Oleh karena itu, begitu penting kedudukan shalat jamaah dalam menjaga keimanan seseorang dan persatuan umat. Maka selayaknya kita mendirikannya dengan sungguh-sungguh. Abdullah bin Mas'ud berkata :
Siapa berkehendak menjumpai Allah besok sebagai seorang muslim, hendaklah ia jaga semua shalat yang ada, dimanapun ia mendengar panggilan shalat itu, sesungguhnya Allah telah mensyari’atkan kepada nabi kalian sunnah-sunnah petunjuk, dan sesungguhnya semua shalat, diantara sunnah-sunnah petunjuk itu, kalau kalian shalat di rumah kalian sebagaimana seseorang yang tidak hadir di masjid, atau rumahnya, berarti telah kalian tinggalkan sunnah nabi kalian, sekiranya kalian tinggalkan sunnah nabi kalian, sungguh kalian akan sesat, tidaklah seseorang bersuci dengan baik, kemudian ia menuju salah satu masjid yang ada, melainkan Allah menulis kebaikan baginya dari setiap langkah kakinya, dan dengannya Allah mngngkat derajatnya, dan menghapus kesalahan karenanya, menurut pendapat kami, tidaklah seseorang ketinggalan dari shalat, melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen), sungguh dahulu seseorang dari kami harus dipapah diantara dua orang hingga diberdirikan di shaff (barisan) shalat yang ada. (HR. Muslim)

4. Pencegah Perbuatan Keji dan Mungkar

Dengan hati yang tenang pula manusia tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Oleh karena itu, shalat berfungsi mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Allah berfirman :
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (QS. Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut : 45)
Dalam ayat diatas Allah memerintahkan kita membaca petunjuk yang Dia turunkan untuk menyelamatkan kita (dari kesesatan). Namun Allah memerintahkan pula kita mendirikan shalat agar tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Karena petunjuk Allah sulit masuk pada hati yang dikotori perbuatan keji dan mungkar.

Hal ini berlawan dari godaan setan, yaitu membawa manusia kepada perbuatan keji dan mungkar sebelum meyesatkannya. Sebagaimana firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nur : 21)
Oleh karena itu shalat menjadi amalan yang paling utama dalam agama ini. Meninggalkan shalat menjadi dosa yang lebih besar dari dosa besar lainnya. Tsauban radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ وَلاَ يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ
Istiqomahlah kalian dan kalian tidak akan mampu beristiqomah secara sempurna (beramal semuanya), dan ketahuilah bahwa sesunguhnya sebaik-baik amalan kalian adalah shalat, dan tidak menjaga wudhu kecuali seorang mukmin. (HR. Ibnu Majah, Ahmad dan Ad-Darimiy)
Ibnu Mas'ud berkata pula :
سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّ الْوَالِدَيْنِ، قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: اَلْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ
Saya bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: "Manakah amalan yang lebih utama?" Beliau menjawab: " Shalat tepat pada waktunya." Saya bertanya lagi: "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab: "Berbakti kepada kedua orangtua." Saya bertanya pula: "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab: "Berjihad di jalan Allah." (Muttafaq 'alaih)

5. Pencegah Kekafiran

Berdasarkan Jumhur ulama bahwa orang yang melakukan dosa besar tidaklah kafir selama ia tidak meyakini kebolehannya. Namun bukan berarti seseorang itu merasa aman dengan dosa yang dilakukannya. Sebab dosa akan menutup hati seseorang. Semakin tertutup/ kotor hati seseorang semakin sulit petunjuk itu masuk kedalamnya. Sedangkan petunjuk-lah yang menyelamatkan seseorang dari kesesatan dan kekafiran.

Maka apabila seseorang sudah melalaikan shalat maka sulit baginya taat kepada petunjuk Allah. Sebaliknya ia cenderung kepada hawa nafsunya. Sedangkan hawa nafsu inilah yang membawa kepada kesesatan. Allah berfirman :
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (QS. Al-ghayya). (QS. Maryam : 59)
Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa ‘ghayya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. Intinya, Al-Ghayya ini adalah tempat yang paling dalam di neraka khusus orang-orang yang kafir setelah beriman (munafik). Allah berfirman :
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (QS. An-Nisa : 145)
Hal ini salah satunya disebabkan orang-orang munafik melalaikan shalat. Sebagaimana dijelaskan pada ayat sebelumnya :
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (QS. An-Nisa : 142)
Intinya ketundukan dan keimanan dalam hati tidak bisa dipaksakan. Walaupun seseorang itu telah mengetahui kebenaran. Sebagaimana firman Allah :
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Tidak ada paksaan dalam agama (paksaan beriman di hati); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat (QS. Al-ghayya). Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 256)
Maka apabila seseorang sudah keluar dari ketundukan, maka dia telah lepas dari tali dan penjagaan Allah. Dosa-dosanya telah menghalangi cahaya petunjuk ke dalam hatinya. Maka inilah yang menyebabkan seseorang semakin mudah disesatkan setan. Allah menjelaskan dalam ayat berikutnya :
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آَمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah : 257)
Wallahu a'lam.

Iyas Tanjung
Bogor, 15 Januari 2013

10 Januari 2013

Surga dan Neraka itu Kekal, Pak (Agus Mustofa) !

Assalamu 'alaikum Bapak Agus Mustofa,

Ada satu hal yang membuat saya geleng-geleng, yaitu Bapak menyatakan "Ternyata akhirat (surga dan neraka) tidak kekal". Bapak membawakan firman Allah :
فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ ، خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih). Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. (QS Hud : 106-107)

Hanya yang di Bumi dan Langit Bumi yang Hancur Ketika Kiamat

Allah berfirman :
Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan. (Al-Qashash : 88)
Serta firman-Nya :
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman : 26-27)
Kedua ayat yang mulia ini, sering disalahartikan dan dijadikan dalil oleh orang-orang yang membuat-buat syubhat. Diantaranya :
  • Meniadakan Allah memiliki wajah dengan alasan tidak mungkin hanya wajah Allah yang kekal sedangkan jasad lainnya tidak.
  • Mengatakan surga dan neraka tidak kekal.
  • Serta syubhat lain yang berkenaan dengan dzat Allah dan kekekalan makhluk Allah di akhirat.
Dengan demikian banyaknya dalil yang menetapkan wajah Allah dan kekalnya surga dan neraka, para ulama Ahlussunnah menyepakati bahwa Allah memiliki wajah, surga dan neraka telah ada dan tidak akan musnah ketika kiamat dan sampai kapan pun. Bahkan sebagian besar ulama mengatakan bahwa beberapa makhluk Allah seperti malaikat dan Arsy tidak akan mati ketika kiamat. Karena tidak ada satu pun nash shahih yang menjelaskannya. Justru adanya nash tentang berkumpulnya para malaikat di penjuru langit.

Hancurnya makhluk karena wajah Allah

Sesungguhnya ayat diatas menjelaskan hancurnya makhluk karena wajah Allah, seperti hancurnya gunung ketika nabi Musa meminta Allah untuk menampakkan diri. Allah berfirman :
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (Al-A'raf : 143)
Kemudian Rasulullah menjelaskan pula pada hadits yang melalui Abu Musa, di dalamnya disebutkan.
حِجَابُهُ النُّورُ لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ
Hijab-Nya adalah cahaya, jika hijab itu dibuka niscaya terbakar-lah di antara makhluk-Nya oleh cahaya muka-Nya sejauh pandangan. [HR Muslim]
Maka demikian pula terjadinya (puncak) kiamat karena cahaya wajah Allah walau sangat singkat. Allah menjelaskan dalam firman-Nya :
Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (An-Nahl : 77)
Dari penjelasan ini dapat kita ambil kesimpulan yaitu :
  • Allah memiliki wajah
  • Makhluk yang hancur pada hari kiamat hanya yang Allah kehendaki diantaranya manusia, jin, hewan, tumbuhan dan gunung dan lainnya.
  • Bahkan penjelasan ini menjelaskan pula tentang Nuzul Allah (sifat turunnya Allah) seperti turunnya Allah ke langit bumi pada sepertiga malam terakhir. Yaitu turunnya Allah untuk berfirman kepada malaikat di langit bumi seperti turunnya Dia untuk berkata-kata langsung dengan nabi Musa di sebuah bukit. Yaitu dengan tabir.

Logika sederhana yang terlupakan

Ada satu hal sederhana yang sering dilupakan oleh sebagian orang yang memaksa mengatakan bahwa semua makhluk Allah (tanpa pengecualiaan) akan hancur pada hari kiamat, yaitu sekecil apapun hancuran sebuah benda tetaplah partikel hancuran itu makhluk Allah. Wallahu a'lam.

Iyas Tanjung
Bogor, 10 Januari 2013

08 Januari 2013

Perbedaan Zuhud dan Wara

Ibnul Qayyim menukilkan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Zuhud adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak memberi manfaat di akhirat. Adapun wara’ adalah meninggalkan segala sesuatu yang engkau khawatirkan akan menyusahkan atau merugikan di akhirat.”[MadarijusSalikin, hlm. 283]

Dengan kata lain, perbedaan antara zuhud dan wara adalah :
  • Zuhud adalah meninggalkan semua yang tidak bermanfaat bagi akhirat
  • Wara adalah meninggalkan semua yang berbahaya bagi akhirat
Dari arti zuhud dan wara diatas, ada 2 hikmah yang dapat diambil :
  1. Zuhud lebih tinggi derajatnya dari wara, sedangkan wara lebih utama untuk didahulukan (urgent).
  2. Arti zuhud dan wara diatas disandarkan kepada tujuan utama hidup manusia, yaitu negeri akhirat. Oleh karena itu, segala perkara dunia yang berbahaya dan tidak bermanfaat bagi akhirat sebaiknya ditinggalkan. Namun untuk ke akhirat manusia tetap butuh modal dunia, yaitu sebatas yang bermanfaat. Maka jangan lupakan dunia seluruhnya. Sesuai firman Allah :
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kehidupan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. [Al-Qashash : 77]
Mengenai zuhud, Rasulullah bersabda :
Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sedangkan tentang wara, Rasulullah bersabda :
Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Serta sabda Nabi :
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ
"Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu." (HR. At-Tirmidzi dan an-Nasâ`i. At-Tirmidzi berkata hasan shahîh)
Wallahu a'lam.

Iyas Tanjung
Bogor, 08 Januari 2013

Syubhat : Ikhtilaf dalam masalah furu' diperbolehkan

Sebagian orang mengatakan bahwa ikhtilaf yang dilarang adalah dalam masalah ushul (prinsip). Sedangkan ikhtilaf dalam masalah furu (cabang) diperbolehkan. Apakah ini benar ?

Jawabannya : Salah. Boleh tidaknya suatu iktilaf bukan berdasarkan masalah yang diperselihkan, tapi bagaimana pendapat itu dibuat. Masalah apapun (ushul atau furu), jika ushul (kaidah) penetapannya benar, maka furu (hasil) berbeda itu diperbolehkan. Demikian pula sebaliknya.

Inilah maksud hadits Rasulullah :
Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala. [HR. Bukhari dan Muslim]

Dalam hadits diatas menyebutkan perkara secara umum bukan furu saja. Karena faktanya ijtihad itu dalam masalah furu dan ushul. Namun disebutkan benar salah ijtihadnya tetap bernilai pahala. Sehingga jelas disini, boleh tidaknya ikhtilaf bukan pada jenis masalahnya.

CONTOH 1 : Banyak terjadi ikhtilaf dalam masalah ushul namun tidak apa-apa. Misalnya hukum meninggalkan shalat, ini adalah masalah akidah tentang kafir tidaknya seseorang. Namun karena masing-masing pendapat ditegakkan dengan dalil dan kaidah yang benar maka hal itu tidak pernah dipermasalahkan di kalangan ulama. Demikian pula dengan masalah akidah lainnya yang cukup banyak.

CONTOH 2 : Terjadi ikhtilaf dalam masalah furu namun dipermasalahkan oleh para ulama. Misalnya tentang doa sebelum makan yang hanya cukup mengucap "Bismillah". Ketika ada seorang ulama yang berpendapat bahwa jika disempurnakan menjadi "Bismillahir rahmanir rahim" maka itu lebih baik, maka para ulama tidak mengatakan ini ikhtilaf. Namun mereka mengatakan ini adalah kekhilafan (ketidaksengajaan) ulama tersebut. Karena Rasulullah hanya mengajarkan dengan "Bismillah", sedangkan petunjuk Rasul-lah yang terbaik (benar).

Lantas bagaimana jika ikhtilaf yang terjadi akibat pendapat yang dibuat dengan hawa nafsu ? Dibuat untuk mencari pembenaran, dengan meninggalkan dalil-dalil yang bertentangan dengannya, serta mencari (atau dicari-cari) dalil-dalil yang mendukungnya, bahkan sampai mentakwil dan meng-qiyas dalil-dalil semaunya. Apakah ikhtilaf ini kita katakan boleh ? Kesalahan inilah yang disebut ikhtilaf yang tidak diperbolehkan. Serta tidak bernilai pahala namun justru sebagai dosa. Allah berfirman :
Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu” [QS. Al-Ahzaab : 5]

Bahkan ijtihad ulama terdahulu yang salah yang bernilai pahala (akibat berbagai keterbatasan) bukan berarti boleh tetap diikuti oleh seseorang yang telah sampai padanya dalil-dalil yang lebih kuat.

Kesimpulan

  • Boleh tidaknya suatu ikhtilaf bukan ditentukan dari jenis masalahnya (masalah ushul atau furu) tapi dari ushul (kaidah) pengambilan pendapatnya.
  • Ikhtilaf diperboleh jika ushul (kaidah) penetapannya benar walau furu (hasil) berbeda.
  • Ikhtilaf tidak diperbolehkan jika ushul (kaidah) penetapannya salah.
  • Ushul dan furu perkara/masalah agama BERBEDA dengan ushul dan furu dalam menetapkan pendapat (ijtihad).

Permasalahan

Jika ikhtilaf diperbolehkan dalam masalah furu, maka akan muncul ikhtilaf baru : Apakah masalah tersebut termasuk masalah furu atau ushul ?
Wallahu a'lam.

Iyas Al-Jakarti
Bogor, 08 Januari 2013

04 Januari 2013

Feminisme, Derajat Wanita dan Derajat Takwa

Saat ini banyak sekali orang-orang yang mengingkari ketetapan Allah bahwa derajat laki-laki lebih tinggi dari wanita. Sebagaimana firman Allah :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (QS. An-Nisa : 34)
Orang yang mengingkari derajat laki-laki lebih tinggi dari wanita tidak tahu bahwa derajat ujian tidak sama dengan derajat kemuliaan.

Derajat Ujian

Derajat ujian semua makhluk berbeda-beda. Hal ini justru agar Allah menguji mereka satu sama lain. Allah berfirman :
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-An'am : 165)
Demikian pula firman-Nya :
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. Az-Zukhruf : 32)
Intinya adanya perbedaan derajat, baik manusia dengan jin atau makhluk lain, bangsa satu dengan lainnya, pria wanita, kuat lemah, kaya miskin, pemimpin rakyat, ulama masyarakat, hingga rasul dan umatnya, adalah ujian dari Allah.Dimana setiap derajat memiliki tingkatan ujian yang berbeda-beda sesuai dengan yang Allah berikan. Allah berfirman :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا
Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. (QS. Ath-Thalaq : 7)
Dan bagaimana seseorang menjalani ujian sesuai derajatnya itulah yang dinilai oleh Allah. Allah berfirman :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS. Al-Baqarah : 286)
Oleh karena itu, apabila Allah berikan kelebihan pria dari fisik dan akalnya, itu semata-mata ujian dari Allah. Sebagaimana kesehatan dan kecerdasan hanyalah ujian untuk bersyukur.

Derajat Kemuliaan di Sisi Allah

Adapun derajat kemuliaan seseorang hanya ditentukan oleh ketakwaannya dalam menghadapi ujian Allah sesuai derajatnya itu. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat : 13)
Oleh karena itu wanita yang shaleh lebih mulia dari laki-laki yang kafir. Istri Fir'aun lebih mulia dari Raja Fir'aun. Orang miskin yang beriman lebih mulia dari orang kaya yang kafir. Jin yang beriman lebih mulia dari manusia yang kafir. Bahkan manusia yang kafir lebih rendah daripada binatang. Allah berfirman :
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A'raf : 179)
Pelajaran dari Iblis : Jangan menolak dan iri terhadap ketetapan Allah

Sesungguhnya Allah telah melaknat Iblis selamanya karena ia sombong dan menolak ketetapan Allah yang melebihkan Adam (manusia) dari bangsanya (jin).Allah berfirman :
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (QS. Al-A'raf : 12)
Oleh karena itu orang-orang yang menolak kedudukan wanita dibawah pria, kelakuan mereka seperti Iblis dahulu. Maka Allah mewanti-wanti dalam firman-Nya :
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nisa : 32)
Wallahu a'lam.

Iyas Tanjung
Bogor, 04 Januari 2013

Syubhat : Islam perlu menyesuaikan zaman dan budaya?

Ada sebagian orang yang melontarkan syubhat bahwa Islam itu perlu mengikuti zaman dan menyesuaikan tempat dan budayanya. Bahkan ada yang berkata Islam hanya cocok untuk di Arab dan pada zaman Nabi saja. Atau mengatakan bahwa sebagian ajaran Islam perlu ditelaah kembali atau kurang relevan lagi saat ini.

Maka jawabannya :

"Dahulu pada zaman Nabi dan di Arab sana, ada sebagian yang orang beriman namun banyak pula yang kafir dan menentang.

Sekarang, pada zaman ini dan bukan sekedar di Arab, ada sebagian orang yang tetap beriman persis sama dengan ajaran Nabi dahulu, tanpa menambah dan menguranginya, namun banyak pula yang kafir dan menentang.

Jadi sama saja fenomenanya pada setiap zaman, ada yang beriman dan ada pula yang menentang ajaran Islam yang murni. Sebab Islam bukan tidak cocok dengan zaman dan tempat, tapi Islam selalu tidak cocok dengan kemaksiyatan. Jadi jangan berkedok zaman dan budaya untuk menutupi kemaksiyatan

Sesungguhnya Islam itu adalah aturan, bukan sesuatu yang justru diatur. Islam adalah aturan untuk manusia dimana saja dan kapan saja hingga hari kiamat. Islam bukan sesuatu yang diatur oleh manusia dengan zaman dan budayanya. Justru Islam yang mengatur manusia dan budayanya."
Oleh karena itu Rasul bersabda :
اَلْجَمَاعَةُ : هِيَ الَّتِيْ عَلَى مِثْلِ مَا اَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَاَصْحَابِي
“Al-Jamaah: Ia adalah yang berada di atas contoh (seperti) apa-apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya pada hari ini”. (As-Sahihah No. 203 dan 1492)
Zaman boleh berubah tapi manusia tetaplah sama yang tidak akan berubah dari fitahnya. Allah berfirman :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Ar-Rum : 30)
Wallahu A'lam.

Iyas Tanjung
Bogor, 04 Januari 2013 (revisi 22 Desember 2016)