20 Juli 2014

Adakah Tauhid Mulkiyah? Bukti Pembagian Tauhid Ada Empat

Fenomena khilafiyah

Banyak orang mempertanyakan apakah tauhid mulkiyah itu ada. Tauhid mulkiyah itu sebenarnya ada, namun oleh sebagian orang disalah-artikan maksudnya. Sehingga sebagian lainnya menolak adanya tauhid mulkiyah.

Hal ini terjadi karena mereka memunculkan tauhid mulkiyah dengan dalil yang benar namun diartikan dengan cara yang salah. Adapun dalil adanya tauhid mulkiyah terdapat pada surat pertama dan terakhir dalam Al-Quran. Allah berfirman :
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ . إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (QS. Al-Fatihah : 2-5)
Serta firman Allah :
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ . مَلِكِ النَّاسِ . إِلَهِ النَّاسِ
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. (An-Nas : 1-3)
Kedua ayat di atas dengan jelas menyebutkan rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah Allah. Sedangkan pada surat pertama disebut pula asma dan sifat-Nya.
Sayangnya sebagian orang mengartikan tauhid mulkiyah ini dengan arti bahwa Allah satu-satunya pemilik kekuasaan dan pembuat hukum di dunia. Padahal hal ini bagian dari tauhid rububiyah. Mereka mengartikan pula bahwa Allah satu-satunya yang boleh ditaati dan tidak boleh berhukum kecuali dengan hukum Allah. Padahal hal ini bagian dari tauhid uluhiyah. Oleh karena itu, para ulama ahlussunnah menolak penetapan tauhid mulkiyah versi mereka ini.

Makna tauhid mulkiyah yang benar

Tauhid mulkiyah adalah meng-esa-kan Allah dalam segala perbuatan-Nya di akhirat kelak. Atau dengan kata lain tauhid mulkiyah adalah menetapkan keesaan Allah dalam kekuasaan-Nya di akhirat, terutama kekuasaan-Nya dalam menegakkan hari akhir, menyelesaikan segala urusan, menegakkan keadilan dan membalas semua perbuatan.

Selama ini kita telah mengenal tauhid rububiyah yaitu meng-esa-kan Allah dalam segala perbuatan-Nya. Namun pada kenyataannya penjabaran tauhid rububiyah ini lebih kepada perbuatan Allah di dunia seperti mencipta, menguasai dan mengatur seluruh alam semesta. Sedangkan perbuatan Allah lainnya jarang sekali disebutkan terutama segala perbuatan-Nya di akhirat kelak.

Oleh sebab itu, memang perlu untuk memisahkan tauhid mulkiyah ini dari tauhid rububiyah. Sebab demikianlah penggunaan kata “Rabb” (Tuhan) dan “Malik” (Raja) lebih dikhususkan dalam Al-Quran, terutama surat pertama dan terakhir. Lebih detil tentang pembagian tauhid dengan dalilnya silahkan lihat tulisan : Pengertian dan Pembagian Tauhid.

Bukti pembagian tauhid ada 4 (empat)

Bukti-bukti tentang adanya tauhid mulkiyah diantaranya :

1. QS. Al-Fatihah : 2-5

Allah berfirman :
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ . إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (Al-Fatihah : 2-5)
Pada surat ini, disebutkan keempat tauhid secara lengkap yaitu tauhid rububiyah, asma wa sifat, mulkiyah dan uluhiyah.

2. QS. An-Nas : 1-3

Allah berfirman :
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ . مَلِكِ النَّاسِ . إِلَهِ النَّاسِ
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. (An-Nas : 1-3)
Pada surat ini disebutkan tiga tauhid yaitu rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah.

3. QS. Al-Ikhlas : 1-4, Al-Mukminun : 91 dan Az-Zumar : 4

Allah berfirman :
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، اللَّهُ الصَّمَدُ ، لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". (Al-Ikhlas : 1-4)
Dimana ayat :
  • “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa” adalah pengakuan tauhid uluhiyah.
  • “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu” adalah pengakuan tauhid rububiyah.
  • “Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan” adalah pengakuan tauhid asma wa sifat.
  • “Tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia” adalah pengakuan tauhid mulkiyah bahwa tidak ada yang dapat mengalahkan Allah, Penguasa sesungguhnya.
Surat ini sesuai pula dengan ayat lain :
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ
Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu, (Al-Mukminun : 91)
Serta ayat :
لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا لَاصْطَفَى مِمَّا يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ سُبْحَانَهُ هُوَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya. Maha Suci Allah. Dia-lah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Az-Zumar : 4)
Dimana maksud "tidak ada yang setara dengan-Nya" adalah tidak ada yang mengalahkan-Nya, Dialah Raja (Penguasa) sebenarnya. Sesuai firman-Nya :
يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لَا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Al-Mukmin : 16)

4. Bacaan dzikir

Hubungan dzikir-shalawat dengan syahadat seperti shalat sunah dengan shalat wajib, sedekah dengan zakat, puasa sunah dengan puasa wajib serta umrah dengan haji. Dzikir adalah ucapan yang diperbanyak dalam rangka menguatkan syahadat kita terutama keimanan kita terhadap tauhid asma wa sifat, rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah. Sebagaimana sabda nabi :
لأَنْ أَقُولَ : سُبْحَانَ اللهِ ؛ وَالحَمْدُ للهِ ؛ وَلاَ إلهَ إِلاَّ اللهُ ، وَاللهُ أكْبَرُ ، أَحَبُّ إلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ
Niscaya kalau saya mengucapkan “Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar” (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah adalah Maha Besar), maka itu adalah lebih saya sukai daripada apa saja yang matahari terbit atasnya (dunia dan seisinya). (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Dimana ucapan :
  • “Subhanallah” (Maha Suci Allah) adalah pengakuan tauhid asma wa sifat.
  • “Alhamdulillah” (segala puji bagi Allah) adalah pengakuan tauhid rububiyah.
  • “La ilaha illallah” (tiada tuhan selain Allah) adalah pengakuan tauhid uluhiyah.
  • “Allahu akbar” (Allah Maha Besar) adalah pengakuan tauhid mulkiyah yang berarti Allah lebih pantas ditakuti dan diharapkan balasannya.
Demikian pula sabdanya :
مَنْ سَبَّحَ الله في دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاثاً وَثَلاثِينَ ، وحَمِدَ اللهَ ثَلاثاً وَثَلاَثِينَ ، وَكَبَّرَ الله ثَلاثاً وَثَلاَثِينَ ، وقال تَمَامَ المِئَةِ : لاَ إلهَ إِلاَّ اللهُ وَحدَهُ لا شَريكَ لَهُ ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ، غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْرِ
Barangsiapa yang membaca “Subhanallah” (Maha Suci Allah) setiap selesai shalat sebanyak 33 kali dan membaca “Alhamdulillah” (segala puji bagi Allah) sebanyak 33 kali dan “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar) sebanyak 33 kali dan untuk menyempurnakan keseratusnya ia membaca “La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai’in qadir” (Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya semua kerajaan dan pujian dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu), maka diampunkan untuknya kesalahannya, sekalipun banyaknya seperti buih lautan. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Dimana ucapan :
  • “La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah” (Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya) adalah pengakuan tauhid uluhiyah.
  • “Lahul mulku” (bagi-Nya semua kerajaan) adalah pengakuan tauhid mulkiyah.
  • “Lahul hamdu” (bagi-Nya semua pujian) adalah pengakuan tauhid rububiyah.
  • “Wa huwa 'ala kulli syai’in qadir” (dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) adalah pengakuan tauhid asma wa sifat.
Serta hadits dari Abu Barzah Al-Aslami ia berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ بِأَخَرَةٍ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُومَ مِنَ الْمَجْلِسِ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ. فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ لَتَقُولُ قَوْلاً مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا مَضَى. قَالَ كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِى الْمَجْلِسِ
Jika Rasulullah SAW hendak bangun dari suatu majelis beliau membaca: Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika (Maha suci Engkau Ya Allah, dan segala puji bagi-Mu, aku bersaksi tiada tuhan selain Engkau, aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu). Seorang sahabat berkata: “Ya Rasulullah, engkau telah membaca bacaan yang dahulu tidak biasa engkau baca?” Beliau menjawab: “Itu sebagai penebus dosa yang terjadi dalam sebuah majelis. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad)
Dimana ucapan :
  • “Subhanakallahumma” (Maha suci Engkau Ya Allah) adalah pengakuan tauhid asma wa sifat.
  • “Wabihamdika” (segala puji bagi-Mu) adalah pengakuan tauhid rububiyah.
  • “Asyhadu alla ilaha illa anta” (aku bersaksi tiada tuhan selain Engkau) adalah pengakuan tauhid uluhiyah.
  • “Astaghfiruka wa atubu ilaika” (aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu) adalah pengakuan tauhid mulkiyah.
Dari sini kini kita tahu dzikir mencakup dan menjelaskan empat macam jenis tauhid yaitu asma wa sifat, rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah.

5. Rukun Iman

Rukun iman yang enam mencakup keempat jenis tauhid, yaitu :
  • Beriman kepada Allah mencakup semua tauhid secara umum dan tauhid asma wa sifat secara khusus. Dimana tauhid asma wa sifat sebagai latar belakang tauhid lainnya.
  • Beriman kepada malaikat, kitab dan rasul adalah bagian tauhid uluhiyah.
  • Beriman kepada hari akhir adalah bagian dari tauhid mulkiyah.
  • Beriman kepada takdir Allah adalah bagian dari tauhid rububiyah.
Sering kali kita memisahkan antara beriman kepada malaikat, kitab dan rasul, padahal ini adalah satu kesatuan. Secara khusus beriman kepada malaikat ditujukan kepada Jibril, kitab kepada Al-qur'an dan rasul kepada Nabi Muhammad. Dimana maksudnya adalah berserah diri kepada apa yang Allah turunkan. Sebagaimana firman Allah :
آَمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali". (QS. Al-Baqarah 2:285)
Demikian pada surat An-Nahl 16:102 khusus untuk malaikat dan surat Al-Baqarah 2:136 khusus untuk para rasul.

6. Inti keimanan

Inti keimanan adalah seseorang ibadah kepada Allah dengan tunduk, ikhlas dan tawakal kepada-Nya. Dimana :

  • Ibadah merupakan pengagungan kepada Allah yang merupakan konsekuensi dari tauhid asma wa sifat.
  • Tunduk adalah konsekuensi dari tauhid uluhiyah dan beriman kepada malaikat, kitab dan rasul.
  • Ikhlas adalah konsekuensi dari tauhid mulkiyah dan beriman kepada hari akhir.
  • Sedangkan tawakal adalah konsekuensi dari tauhid rububiyah dan keimanan kepada takdir Allah.
Baca pula : Kedudukan Tauhid dalam Islam

7. Syarat diterimanya amal

Syarat diterima amal seseorang ada 3 (tiga) yaitu ikhlas, mutaba’ah (tunduk kepada petunjuk Allah) dan tawakal (beriman kepada takdir). Kedua syarat pertama telah kita ketahui secara umum. Adapun dalil syarat ketiga diantaranya hadits berikut :
وَلَوْ أَنْفَقْتَ جَبَلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مَا قَبِلَهُ اللَّهُ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ وَلَوْ مِتَّ عَلَى غَيْرِ ذَلِكَ لَدَخَلْتَ النَّارَ
Seandainya engkau menginfaqkan emas di jalan Allah sebesar Gunung Uhud, tidaklah Allah akan menerima infaq tersebut darimu sampai engkau beriman dengan takdir, dan ketahuilah bahwa apa yang (ditakdirkan) menimpamu maka tidak akan luput darimu, sedang apa yang (ditakdirkan) tidak menimpamu maka tidak akan menimpamu, kalau seandainya engkau mati dalam keadaan mengimanai selain ini (tidak beriman dengan takdir), niscaya engkau masuk neraka. (HR. Ahmad dari Ubay bin Ka’ab, Hudzaifah, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit)

8. Jenis kekafiran

Jenis kekafiran ada 3 (tiga) yaitu kafir, musyrik dan munafik.

  • Orang kafir adalah orang yang tidak mau tunduk kepada Allah dan batal tauhid uluhiyahnya.
  • Orang musyrik adalah orang yang bertawakal kepada makhluk lain selain Allah dan batal tauhid rububiyahnya.
  • Adapun orang munafik adalah orang yang tidak ikhlas hidupnya (untuk Allah dan akhirat) dan batal tauhid mulkiyahnya.

9. Makhluk yang diciptakan dengan tangan Allah

Ada 4 makhluk yang Allah ciptakan dengan tangan-Nya langsung sebagai bukti terbesar 4 macam tauhid. Sebagaimana perkataan Ibnu Umar :
خَلَقَ اللهُ أَرْبَعَةَ أَشْيَاءَ بِيَدِهِ : الْعَرْشَ ، وَالْقَلَمَ ، وَعَدْنٍ ، وَآدَمَ . ثُمَّ قَالَ لِسَائِرِ الْخَلْقِ : كُنْ فَكَانَ
Allah menciptakan 4 hal dengan TanganNya: Arsy, pena (penulis taqdir), surga Adn, dan Adam. Kemudian (Allah) berfirman kepada semua penciptaan (yang lain): Jadilah! Maka jadilah. (HR. Ad-Daarimi, Ibnu Jarir, Al-Baihaqi)
Dimana :
  • Arsy, bukti terbesar tauhid asma wa sifat. Dimana singgasana Allah adalah makhluk terbesar.
  • Pena, bukti terbesar tauhid rububiyah. Dimana segala sesuatu yang terjadi telah Allah ketahui dan atas kehendak-Nya.
  • Surga Adn, bukti terbesar tauhid mulkiyah. Dimana surga adalah balasan yang sangat jauh lebih baik (tidak dapat dibandingkan) dari amalan manusia.
  • Manusia, bukti terbesar tauhid uluhiyah. Dimana makhluk yang sifat aslinya bodoh, merusak dan tidak pernah melihat tuhannya, menjadi makhluk yang mengagungkan Allah seperti halnya malaikat yang berbicara dengan Allah. Karena Allah pula manusia berbuat kebaikan melawan sifat aslinya. Manusia menjadi bukti terbesar pula keagungan Allah yaitu "memberi ampunan".

10. Dosa besar yang paling besar

Ada  4 dosa besar yang paling besar, masing-masing adalah lawan dari 4 tauhid. Sebagaimana ucapan Ibnu Mas'ud :
أكبر الكبائر الإشراك بالله والأمن من مكر الله والقنوط من رحمة الله واليأس من روح الله
Dosa besar yang paling besar adalah menyekutukan Allah, merasa aman dari murka Allah, putus asa terhadap rahmat Allah, dan putus harapan terhadap kelapangan dari Allah.” (HR. Ath-Thabrani, ucapan Ibnu Abbas tanpa putus asa dari rahmat Allah)
Dimana :
  • Menyekutukan Allah, adalah lawan dari tauhid uluhiyah
  • Merasa aman dari murka Allah, adalah lawan dari tauhid mulkiyah
  • Putus asa dari rahmat Allah, adalah lawan dari tauhid asma wa sifat
  • Putus harapan terhadap kelapangan dari Allah, adalah lawan tauhid rububiyah
Wallahu ta’ala a’lam.
 
Iyas Tanjung
Bogor, 23 Ramadhan 1435 / 20 Juli 2014