Pertanyaan :
Bagaimanakah posisi duduk jamaah yang tertinggal (masbuk) ketika imam sedang duduk tahiyat akhir (duduk tawarruk) ?
Jawaban :
Pendapat yang paling rajih (benar) adalah makmum tersebut duduk iftirasy (duduk diantara 2 sujud atau tahiyat awal) sebab :
- Dalil mengikuti imam bersifat umum sedangkan dalil duduk iftirasy lebih khusus. Adapun dalil yang khusus menjelaskan dalil yang masih umum.
- Secara logika, makmum yang tertinggal tidak selalu tahu posisi duduk imam dan rakaat yang sedang berlangsung, kecuali posisi dan rakaat dirinya sendiri. Secara hukum, hal yang meyakinkan menghapus hal yang meragukan.
Penjelasan
Pertama, dalil mengikuti imam bersifat umum, yaitu hadits Nabi :
إِنَّمَا جُعِلَ الإِْ مَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِSesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. (HR. Al-Bukhâri dan Muslim dari Abu Hurairah)
Kita ketahui bahwa perintah ini terbatas pada gerakan imam yang sudah makruf (diketahui secara syariat). Adapun adakalanya imam tidak harus diikuti seperti :
- Ketika imam salah dalam rukun shalat seperti seharusnya duduk tahiyat namun imam berdiri atau sebaliknya. Dalam hal ini makmum tidak mengikuti imam namun mengingatkan dengan ucapan “Subhanallah” {Maha Suci Allah (yang tak pernah lupa)}.
- Ketika imam melakukan gerakan yang tidak biasa seperti menggaruk, menguap, batuk, bersin dan semisalnya.
- Saat gerakan imam salah seperti posisi duduk salah, gerakan turun untuk sujud dari berdiri dengan dengkul dahulu, gerakan bangkit berdiri dari sujud tidak duduk istirahat dan tidak bertumpu pada tangan, telunjuk tidak diangkat sejak awal pada saat tahiyat dan semisalnya.
- Termasuk gerakan yang diperselisihkan seperti imam qunut subuh, i’tidal dengan tangan di dada, tidak menggerakkan telunjuk saat tahiyat dan semisalnya.
- Ketika imam membaca surat Al-Fatihah dan surat lain serta mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” maka makmum tidak mengikutinya.
- Ketika imam salam maka makmum yang tertinggal langsung berdiri bukan ikut salam terlebih dahulu.
Dari sini kita ketahui bahwa dalil mengikuti imam bersifat umum. Sedangkan dalil posisi duduk bukan tahiyat akhir adalah dengan cara duduk iftirasy bersifat lebih khusus dan spesifik. Dalil tersebut yaitu :
فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الأُ خْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِDan apabila duduk pada dua rakaat, beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan (kaki) kanan (iftirasy). Sedang, apabila duduk pada rakaat terakhir, beliau memajukan kaki kirinya dan menegakkan kaki yang lain, serta beliau duduk di atas tempat duduknya (tawarruk). (HR. Al-Bukhari dari Abu Humaid As-Sa’idi)
Kita ketahui bahwa dalil yang lebih khusus itu menjelaskan dan didahulukan dari dalil yang umum.
Kedua, secara logika, seorang makmum yang tertinggal (masbuk) sering tidak mengetahui posisi dan rakaat imam yang sedang berlangsung. Apabila dipaksakan untuk mengikuti posisi duduk imam akan menimbulkan keraguan dan kesulitan. Sehingga shalat makmum tersebut menjadi tidak khusyuk dan matanya ke arah imam atau makmum yang lain. Padahal makmum yang lain belum tentu pula mengikuti imam.
Oleh karena itu, maka tidak perlu mengikuti dengan tepat posisi duduk imam karena hal ini akan menimbulkan keraguan. Sedangkan jika makmum duduk iftirasy maka ini lebih meyakinkan. Kaidah mengatakan keyakinan menghapus yang meragukan. Sebagaimana sabda Nabi pula :
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَTinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu. (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i dari Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib)
Wallahu Ta’ala A’lam
Iyas Tanjung
Bogor, 05 Ramadhan 1435 / 03 Juli 2014
Iyas Tanjung
Bogor, 05 Ramadhan 1435 / 03 Juli 2014