18 Agustus 2017

Hukum Qurban : Wajib 1 kali, Sunnah Muakkad Tiap Tahun

Terjadi khilafiyah tentang hukum berkurban. Sebagian mengatakan berkurban wajib setiap tahun bagi yang mampu. Namun sebagian lagi mengatakan berkurban tiap tahun hukumnya sunah muakkad (yang sangat ditekankan) bagi yang mampu. Hal ini disebabkan kedua pendapat tersebut memiliki dalil yang sama-sama kuat.

Oleh karena itu, manakah pendapat yang lebih kuat? Atau apakah dalil-dalil yang bertentangan ini masih dapat disatukan? Menurut saya (penulis) dalil-dalil yang ada masih dapat disatukan. Dimana hukum berkurban bagi yang mampu adalah wajib sekali seumur hidup dan sunah muakkad dilaksanakan setiap tahun. Oleh karena itu hukum berkurban seperti hukum berhaji yaitu wajib satu kali bagi yang mampu dan sunah lebih dari itu.

Dalil yang mewajibkan dan penjelasannya

Dari Abu Hurairah dari Nabi, bahwasanya Rasulullah bersabda :
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami. (HR. Ibnu Majah, Al Hakim dan dihasankan oleh Al Albani)
Hadits ini menunjukkan wajibnya hukum berkurban. Jika tidak ada dalil yang tidak mewajibkan maka hukum berkurban adalah wajib setiap tahun bagi yang mampu. Namun karena ada keterangan yang tidak mewajibkan maka maksud hadits diatas adalah ditujukan bagi yang belum pernah sekalipun berkurban. Sebab hadits diatas disampaikan pada awal-awal pensyariatan ibadah qurban dimana semua muslim terkena kewajibannya.

Dalil yang tidak mewajibkan dan penjelasannya

Pertama :
Dari Abu Sarihah berkata : “Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.” (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih)
Kedua :
Dari Abu Mas’ud Al Anshari (seorang sahabat Nabi), beliau mengatakan : “Sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih)
Perbuatan para sahabat Nabi diatas menunjukkan tidak wajibnya kurban. Dimana para sahabat Nabi adalah orang-orang yang paling paham dengan ajaran Nabi. Terutama tidak ada yang mengingkari di kalangan mereka. Namun karena ada dalil yang mewajibkan kurban maka ketidakwajiban kurban ini adalah bagi yang pernah melakukan kurban sebelumnya. Namun perlu dicatat bahwa para sahabat tersebut tidak berkurban untuk menunjukkan kurban bukanlah kewajiban setiap tahun. Adapun apabila dikerjakan setiap tahun maka itu baik sekali.

Penutup

Sebagai tambahan, kurban adalah amalan yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim. Dimana beliau diperintahkan untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail. Perintah ini Allah berikan hanya satu kali sebagian ujian ketakwaan bagi Ibrahim dan Ismail. Oleh karena itu, kewajiban berkurban hanya satu kali saja. Lebih dari itu adalah sunah tambahan dan penyempurna bagi orang-orang yang mengagungkan syiar-syiar Allah dan mengharapkan pahala yang besar di sisi-Nya. Allah berfirman :
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (QS. Al-Hajj : 32)
Dan firman-Nya :
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. (QS. Al-Hajj : 37)
Serta firman-Nya :
وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah : 197)
Ketiga ayat diatas, secara khusus berbicara tentang ibadah haji dan kurban. Hal ini menunjukkan haji dan kurban adalah syiar-syiar Allah dan bukti ketakwaan seorang hamba. Wallahu ta’ala a’lam.

Iyas Tanjung
Bogor, 18 Agustus 2017 / 26 Dzulqo’dah 1438